PT Pertamina Gas Operation South Sumatera Area

Perubahan iklim global menjadi tantangan utama bagi pembangunan berkelanjutan, di mana peningkatan konsentrasi gas rumah kaca (GRK) menuntut keterlibatan aktif seluruh sektor, termasuk dunia industri dan masyarakat. Dalam upaya mendukung pengendalian dampak lingkungan dan penurunan jejak karbon, Program Pusaka Artha – Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment) yang diinisiasi di Desa Sidomulyo, Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim, Provinsi Sumatera Selatan, hadir sebagai bentuk nyata kolaborasi antara perusahaan, masyarakat, dan lembaga penelitian untuk menciptakan sistem ekonomi lokal yang berwawasan lingkungan.

Program Pusaka Artha berfokus pada pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya lokal secara produktif dan berkelanjutan, dengan mengedepankan prinsip pemberdayaan masyarakat berbasis ekonomi hijau (green empowerment). Salah satu bentuk inovasi yang dikembangkan adalah pengolahan limbah tandan kosong kelapa sawit (tankos) dan limbah organik lainnya menjadi pupuk organik padat dan bahan bakar biomassa. Langkah ini dilakukan untuk menekan praktik pembakaran terbuka yang lazim dilakukan masyarakat dan menjadi penyumbang utama emisi karbon di wilayah pedesaan.

Melalui pendekatan partisipatif, masyarakat dilibatkan langsung dalam setiap tahapan kegiatan mulai dari pengumpulan limbah, pengeringan, pencacahan, hingga proses fermentasi menggunakan mikroorganisme lokal. Sebagian limbah juga diolah menjadi biochar melalui sistem pembakaran tertutup yang menghasilkan emisi rendah. Produk yang dihasilkan memiliki manfaat ganda: di satu sisi memperbaiki kualitas tanah dan mendukung pertanian berkelanjutan, di sisi lain menggantikan sebagian penggunaan bahan bakar fosil untuk kebutuhan energi skala rumah tangga dan industri kecil.

Analisis ilmiah terhadap kontribusi program ini dalam pengurangan emisi gas rumah kaca dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat (LPPM) Hsamangun sebagai lembaga verifikator independen. Kajian dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif berbasis pedoman EMEP/EEA 2023 Guidebook, dengan membandingkan dua kondisi: skenario tanpa program (baseline) dan skenario dengan penerapan program Pusaka Artha. Hasil kajian menunjukkan bahwa pada kondisi awal, praktik pembakaran terbuka terhadap 5 ton limbah organik berpotensi menghasilkan sekitar 8.735 kilogram CO₂e per tahun. Setelah penerapan program, emisi aktual menurun menjadi sekitar 2.916 kilogram CO₂e per tahun, sehingga diperoleh reduksi emisi sebesar 5.819 kilogram CO₂e per tahun, atau sekitar 66,6 persen dari kondisi baseline.

Penurunan ini membuktikan bahwa kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan limbah organik memiliki dampak langsung terhadap mitigasi perubahan iklim. Program Pusaka Artha tidak hanya menekan emisi, tetapi juga mendorong transformasi perilaku masyarakat menuju sistem produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab. Melalui pelatihan dan pendampingan intensif, masyarakat kini mampu memanfaatkan limbah menjadi komoditas bernilai jual, meningkatkan pendapatan rumah tangga, dan menciptakan rantai nilai ekonomi baru yang berbasis lingkungan.

Selain aspek lingkungan, dampak sosial dan ekonomi dari program ini juga signifikan. Setiap ton limbah yang diolah menghasilkan produk bernilai ekonomi rata-rata Rp1,2 juta, yang kemudian menjadi sumber pendapatan tambahan bagi kelompok binaan. Peningkatan kapasitas ini sejalan dengan tujuan Program Pusaka Artha untuk mendorong kemandirian masyarakat dalam pengelolaan sumber daya lokal, sekaligus memperkuat peran mereka dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Dengan demikian, program ini tidak hanya menciptakan dampak ekologis positif, tetapi juga memperkuat aspek sosial-ekonomi masyarakat pedesaan.

Dari perspektif kelembagaan, keberhasilan program Pusaka Artha menunjukkan implementasi nyata dari prinsip beyond compliance yang sejalan dengan kriteria penilaian PROPER. Kegiatan ini memperkuat aspek inovasi pengendalian pencemaran dan efisiensi sumber daya, sekaligus berkontribusi pada pencapaian beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), terutama SDG 12 (konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab), SDG 13 (penanganan perubahan iklim), SDG 8 (pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi), dan SDG 15 (ekosistem daratan). Dengan pendekatan ekonomi sirkular yang diterapkan, pengelolaan limbah di Desa Sidomulyo berhasil diubah menjadi solusi adaptif terhadap isu global perubahan iklim.

Sebagai lembaga verifikator independen, LPPM Hsamangun menilai bahwa Program Pusaka Artha telah memenuhi prinsip pengelolaan lingkungan berkelanjutan dan berpotensi menjadi model replikasi regional bagi program pemberdayaan masyarakat di wilayah lain. LPPM Hsamangun merekomendasikan agar kegiatan ini diperkuat dengan sistem pemantauan karbon tahunan berbasis data aktual, pengembangan jejaring mitra pengelola limbah, serta peningkatan kapasitas masyarakat melalui pelatihan kewirausahaan hijau (green business incubation). Langkah-langkah ini penting untuk memastikan bahwa program mampu memberikan dampak jangka panjang dalam menurunkan emisi karbon sekaligus menciptakan ketahanan ekonomi lokal.

Secara keseluruhan, Program Pusaka Artha di Desa Sidomulyo, Kecamatan Gunung Megang, Kabupaten Muara Enim merupakan bentuk nyata sinergi antara upaya pemberdayaan masyarakat, pengelolaan sumber daya alam, dan mitigasi perubahan iklim. Melalui kolaborasi antara perusahaan, masyarakat, dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat (LPPM) Hsamangun, program ini berhasil menurunkan emisi gas rumah kaca secara signifikan sekaligus menciptakan manfaat sosial-ekonomi yang berkelanjutan. Pusaka Artha menjadi representasi bahwa pengelolaan lingkungan yang inovatif dapat berjalan berdampingan dengan pembangunan ekonomi rakyat, serta menjadi bagian penting dari langkah Indonesia menuju Net Zero Emission 2060.