PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Baturaja
Selama bertahun-tahun, tumpukan limbah bambu di Desa Banu Ayu, Kabupaten Ogan Komering Ulu, selalu berakhir di tungku api. Sisa potongan bambu dari aktivitas pertanian dan perabot rumah tangga lazim dibakar terbuka oleh warga setempat, menimbulkan asap pekat yang menyelimuti udara desa. Tidak banyak yang tahu, bahwa di balik kepulan asap itu tersimpan jejak karbon yang turut berkontribusi terhadap pemanasan global. Namun keadaan itu mulai berubah ketika PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal (FT) Baturaja hadir dengan sebuah inisiatif lingkungan yang mengubah paradigma masyarakat: Program Gelora Banu Ayu.
(Gambar proses pembuatan tusuk sate atau pengelolaan bambu oleh kelompok Tunas Muda)

Program Gelora Banu Ayu menjadi bukti nyata komitmen FT Baturaja dalam menekan emisi karbon sekaligus memberdayakan masyarakat di sekitar wilayah operasional. Melalui pendekatan ekonomi sirkular, limbah yang selama ini dianggap tidak bernilai kini menjadi sumber energi bersih dan peluang ekonomi baru. Evaluasi independen yang dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengembangan kepada Masyarakat (LPPM) Hsamangun sebagai lembaga verifikator eksternal memastikan bahwa setiap capaian program terukur secara objektif dan sesuai dengan prinsip beyond compliance dalam kerangka PROPER 2025.
Verifikasi LPPM Hsamangun menunjukkan bahwa pada tahun 2025, masyarakat telah berhasil mengalihkan sekitar 450 kilogram limbah bambu yang sebelumnya dibakar terbuka menjadi bahan baku briket biomassa dan biochar. Melalui perubahan cara pengelolaan ini, potensi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari pembakaran terbuka dapat dikurangi hingga 15,88 kilogram CO₂e, sedangkan karbon yang tersimpan dalam bentuk biochar mencapai 413 kilogram CO₂e. Angka tersebut memang tampak kecil, namun memiliki dampak signifikan karena menjadi awal perubahan perilaku dan sistem pengelolaan limbah yang lebih berkelanjutan.
Biochar hasil olahan bambu kini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai bahan perbaikan tanah dan campuran pupuk organik, yang terbukti meningkatkan kesuburan lahan pekarangan. Selain itu, briket bambu yang dihasilkan telah digunakan sebagai bahan bakar alternatif yang lebih bersih dibandingkan kayu bakar. Dengan langkah sederhana ini, masyarakat tidak hanya mengurangi emisi karbon tetapi juga berkontribusi terhadap ketahanan energi rumah tangga di tingkat lokal.
(Gambar Pelatihan Pengoperasian Alat Produksi oleh masyarakat binaan)

Transformasi yang terjadi di Banu Ayu tidak berhenti pada aspek lingkungan. Program Gelora Banu Ayu juga memberikan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan. Melalui serangkaian pelatihan dan pendampingan, masyarakat mulai mengembangkan keterampilan baru yang berorientasi pada produksi ramah lingkungan. Dari kegiatan ini lahirlah dua kelembagaan baru, yaitu Kelompok Tunas Muda dan UMKM KWT Bumi Ayu, yang kini menjadi pelaku utama dalam pemanfaatan bambu dan pengembangan produk turunan berbasis lingkungan.
Kelompok Tunas Muda fokus pada produksi briket, biochar, dan berbagai hasil olahan bambu seperti tusuk sate serta kerajinan tangan, sementara KWT Bumi Ayu mengembangkan pertanian pekarangan dan memanfaatkan biochar sebagai pupuk alami. Sinergi antar kelompok ini menciptakan hubungan ekonomi baru di tingkat desa—rantai nilai hijau di mana setiap limbah menjadi bahan baku bagi kegiatan lain.
Rata-rata pendapatan anggota kelompok meningkat dari Rp3,01 juta per bulan pada tahun 2021 menjadi Rp3,72 juta per bulan pada tahun 2025, atau setara dengan 101,08% dari Upah Minimum Provinsi Sumatera Selatan tahun 2025. Peningkatan ini mencerminkan bahwa pengelolaan lingkungan dapat berjalan seiring dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Lebih dari seratus warga Banu Ayu ikut merasakan manfaat tidak langsung dari program ini, baik melalui kesempatan kerja, peningkatan keterampilan, maupun lingkungan yang lebih bersih dan produktif.
(Gambar kegiatan pelatihan budidaya tanaman di lahan kelompok binaan)

Di sisi lain, program ini juga menunjukkan betapa pentingnya peran perempuan dalam ekonomi hijau. KWT Bumi Ayu menjadi contoh nyata bagaimana kaum perempuan dapat berkontribusi aktif dalam menjaga lingkungan sambil meningkatkan ekonomi keluarga. Melalui kegiatan budidaya tanaman dan pemanfaatan lahan pekarangan, mereka bukan hanya menghasilkan pangan sehat, tetapi juga menanamkan nilai keberlanjutan kepada generasi muda.
Keberhasilan Gelora Banu Ayu turut memperkuat kontribusi FT Baturaja terhadap pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Secara langsung, program ini berperan dalam mendukung SDG 1 tentang pengentasan kemiskinan melalui peningkatan pendapatan rumah tangga; SDG 8 tentang pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi melalui pembentukan dua UMKM baru; SDG 13 tentang penanganan perubahan iklim melalui pengurangan emisi karbon dan penyimpanan biochar; serta SDG 15 tentang ekosistem daratan melalui peningkatan kualitas tanah dengan pupuk organik.
Dalam lima tahun perjalanan program, tren pengelolaan limbah bambu menunjukkan hasil yang konsisten. Praktik pembakaran terbuka menurun hingga 29,69 persen selama periode 2021–2025, sementara pemanfaatan limbah menjadi produk bernilai ekonomi terus meningkat. Lebih dari sekadar pencapaian angka, perubahan ini merefleksikan keberhasilan mengubah perilaku masyarakat menuju tata kelola lingkungan yang lebih bijak dan rendah karbon.
Keberhasilan ini tidak lepas dari pendekatan partisipatif yang dilakukan FT Baturaja bersama pemerintah desa, dinas teknis, dan komunitas lokal. Meskipun LPPM Hsamangun tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan program, lembaga tersebut memiliki peran penting sebagai verifikator independen yang memastikan bahwa seluruh kegiatan telah memenuhi prinsip akuntabilitas, efektivitas, dan keberlanjutan sesuai pedoman PROPER 2025.
Kini, langit Banu Ayu tidak lagi diselimuti asap pembakaran bambu. Udara lebih bersih, lahan menjadi subur, dan kehidupan ekonomi masyarakat tumbuh dari sumber daya yang dulunya dianggap limbah. Melalui pendekatan berbasis sirkularitas dan inovasi sederhana, FT Baturaja membuktikan bahwa energi bersih dapat lahir dari kearifan lokal. Dari setiap batang bambu yang tidak dibakar, tersimpan jejak karbon hijau yang menjadi harapan bagi masa depan bumi.
Gelora Banu Ayu menjadi simbol transformasi: bahwa perubahan besar bisa dimulai dari langkah kecil di desa, dan keberlanjutan tidak hanya tentang teknologi tinggi, tetapi juga tentang kesadaran, kolaborasi, dan cinta terhadap lingkungan. Melalui program ini, FT Baturaja menorehkan catatan penting dalam perjalanan menuju masa depan netral karbon—dari desa kecil di Sumatera Selatan untuk langit yang lebih bersih bagi Indonesia.
Sumber: Hasil Verifikasi LPPM Hsamangun, 2025
Dokumentasi: Pertamina Fuel Terminal Jambi